Senin, 04 Januari 2016

Pola Keruangan Kota

Pola Keruangan Kota

1.   Pengertian Kota
Dalam masyarakat yang modern seperti sekarang ini, yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang kehidupan, sering kita bedakan ruang tempat tinggal manusia itu menjadi wilayah perkotaan dan pedesaan. Sedangkan wilayah perkotaan merupakan wilayah pusat-pusat dari kegiatan manusia di luar sektor pertanian, seperti pusat industri, perdagangan, sektor jasa, dan pelayanan masyarakat, pendidikan, pemerintahan, dan sebagainya sehingga dalam kehidupan sehari-harinya, kota terlihat sangat sibuk. Tingkat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan masyarakat kota umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Pada hakekatnya kota itu lahir dan berkembang dari suatu wilayah pedesaan yang sebelumnya merupakan panorama alamiah berupa sawahan, kebun atau daerah perbukitan dengan kesejukan udara dan keindahan alamnya telah diubah oleh manusia menjadi bangunan-bangunan Perkantoran, perumahan, pasar, pusat-pusat pertokoan dan tempat-tempat fasilitas lainnya.

Menurut  R.Bintarto, kota merupakan sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistik dibandingkan dengan daerah disekitarnya.

Menurut Grunfeld, kota adalah suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk lebih besar dari pada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non agraris dan system penggunaan tanah yang beraneka ragam serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya sangat berdekatan.
Berdasarkan peraturan mentri Dalam Negeri RI Nomor 4 tahun 1980, pada hakekatnya kota mempunyai 2 macam pengertian, yaitu:
  • suatu wadah yang memiliki batasan administratif wilayah, seperti kotamadya dan kota administratif sebagaimana telah diatur oleh perundang-undangan. Misal: Kotamadya Malang, kota administratif Jember, Bekasi dan sebagainya.
  • sebagai lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pemukiman.
2.   Ciri-Ciri Fisik Kota
Berbeda dengan fisik wilayah pedesaan yang banyak didominasi oleh lahan pertanian, daerah perkotaan dicirikan oleh pola penggunaan lahan yang lebih banyak merupakan bentang budaya hasi karya manusia, seperti gedung-gedung, kompleks perumahan penduduk, jalur jalan raya, dan sebagainya. Sangat sulit kita temui wilayah-wilayah yang masih alamiah. Beberapa contoh bentang budaya yang menjadi ciri fisik yang khas bagi daerah pekotaan, terutama di kota-kota besar antara lain:
  • Wilayah perkotaan, supermarket, gedung-gedung perkantoran dan gedung-gedung fasilitas hiburan. Kompleks-kompleks bangunan tersebut biasanya terletak di pusat kota. Setiap hari daerah kota ini senantiasa sibuk sebab merupakan pusat kegiatan ekonomi penduduk baik di sektor perdagangan maupun di sektor pelayanan dan jasa. Di wilayah pusat kota besar banyak kita jumpai pusat perbelanjaan yang menyediakan kebutuhan masyarakat yang tinggal didaerah sekitarnya. Berdasarkan kemampuannya dalam melayani penduduk yang dating untuk berbelanja, Arthur B. Gallion dan Simon Eisner mengklasifikasikan pusat perbelanjaan dalam tiga kelompok, yaitu:Neighborhood Centre, yaitu pusat perbelanjaan yang memiliki kapasitas untuk melayani penduduk kota sekitar 7.500 sampai 20.000 orang. (a). Community Centre,yaitu  pusat perbelanjaan yang mampu melayani penduduk kota sekitar 20.000 sampai 100.000 orang. (b). Regional Centre, yaitu pusat perbelanjaan yang melayani penduduk kota sekitar 100.000 sampai 250.000 orang. (c). Gedung-gedung pemerintahan, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
  • Alun-alun yang terletak di pusat kota. Menurut sejarahnya alun-alun berfungsi sebagai tempat pertemuan raja (pemerintah) dengan rakyatnya, namun pada saat ini fungsinya sudah mulai berubah menjadi tempat istirahat atau jalan-jalan masyarakat yang mengunjungi pusat kota.
  • Tempat parkir kendaraan penduduk. Tempat parkir kendaraan ada yang secara khusus dislokalisasi di tempat tertentu namun ada pula yang disediakan di pinggiran jalan.
  • Sarana rekreasi masyarakat, terdiri atas rekreasi pendidikan (misalnya musium dan planetarium) sarana rekreassi hiburan seperti gedung film atau tempat-tempat hiburan lainnya, dan sarana rekreasi olah raga, seperti kolam renang.
  • Sarana olahraga misalnya sport centre, gelora, dan lapangan sepak bola.
  • Open space, yaitu daerah terbuka yang berfungsi sebagai paru-paru kota, biasanya berupa green belts atau jalur-jalur hijau, yakni pohon-pohon yang ditanam di sepanjang jalan, serta city gardens atau taman kota.
  • Kompleks perumahan penduduk yang terdiri atas : (a). Daerah pemukiman kumuh (slums area) yang dihuni oleh penduduk kota yang gagal atau kalah bersaing dengan penduduk lainnya dalam pencapaian tingkat kehidupan yang layak. Daerah kumuh ini ditandai oleh kondisi rumah yangtidak layak huni, kualitas lingkungan yang kotor dan jorok, dihuni oleh sebagian penduduk yang keadaan ekonominya pas-pasan bahkan miskin, serta tingkat kriminalitas didaerah tersebut relatif tinggi, seperti pencurian, perkelahian antar anggota masyarakat dan lain-lain. (b). Daerah pemukiman masyarakat ekonomi lemah sampai menengah, misalnya rumah sangat sederhana (RSS), rumah susun sederhana dan rumah-rumah BTN tipe kecil. (c). Daerah pemukiman masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, seperti rumah-rumah BTN tipe besar, rumah real estate dan apartemen mewah atau kondominium.
3. Ciri-Ciri Masyarakat Kota

Masyarakat kota merupakan kelompok penduduk yang anggotanya sangat heterogen terdiri atas masyarakat dari beberapa lapisan atau tingkatan, seperti tingkst pendidikan, status social ekonomi dan daerah asal atau kampong halamannya. Penduduk kota dapat dibedakan atas penduduk asli kota dan para imigran, yaitu penduduk desa yang datang kekota untuk tujuan-tujuan tertentu seperti melanjutkan sekolah atau bekerja.

Beberapa ciri masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, antara lain :
  • Adanya heterogenitas sosial, artinya bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sangat beranekaragam. 
  • Sikap hidup penduduk bersifat egois dan individualistik. Artinya bahwa kebanyakan penduduk kota cenderung lebih memikirkan diri sendiri tanpa mempedulikan anggota masyarakat lainnya. Sikap individualistik ini terjadi akibat persaingan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari antara sesama aggota masyarakat kota sangat tinggi, sehingga masing-masing penduduk disibukkan oleh kepentingan pribadi tanpa harus bergantung pada lorang lain.
  • Hubungan sosial yang bersifat gesselschaft yang artinya bahwa hubungan sesama anggota masyarakat sangat terbatas pada bidang-bidang tertentu saja. Hubungan sosial ini tidak didasarkan pada sifat kekeluargaan atau gotong royong, tetapi lebih didasarkan pada hubungan fungsional, misalnya antara buruh dan majikan, antara sesama karyawan, rekan sejawat, atasan dan bawahan antara teman-teman satu sekolahan dan sebagainya.
  • Adanya segregasi keruangan. Segregasi yaitu pemisahan yang dapat menimbulkan kelompok-kelompok atau kompleks-kompleks tertentu. Contohnya antara lain kompleks pegawai negri sipil, kompleks perumahan tentara, kompleks pertokoan, daerah pecinan, kampung arab, kampung melayu, dan sebagainya. Sebenarnya segregasi ini timbul akibat adanya heterogenitas sosial.
  • Norma-norma keagamaan tidak begitu ketat.
  • Pandangan hidup masyarakat kota lebih rasional dibanding masyrakat desa. Hal ini karena masyarakat kota lebih terbuka dalam menerima budaya baru. Selain itu, laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah perkotaan cepat diterima masyarakat. 
4. Klasifikasi Kota
Sistem penggolongan atau pengklasifikasian kota dapat didasarkan atas beberapa faktor, misalnya jumlah penduduk yang tinggal di suatu kota, fungsi kota ataupun luas kota. Biasanya sistem penggolongan yang dilakukan oleh suatu negara tidak sama dengan negara lainnya. Hal ini berhubungan dengan tingkat kemajuan pembangunan yang telah dicapai serta jumlah penduduk negara yang bersangkutan. Selain itu masih banyak istilah-istilah yang berhubungan dengan kota yang kerap kali membingungkan, seperti city, town, dan urban. City dapat diartikan sebagai kota, town adalah kota kecil, sedangkan urban atau wilayah perkotaan mempunyai pengertian sebagai suatu daerah yang memiliki suasana kehidupan kota. Jadi walaupun letaknya di pinggiran kota, namun apabila daerah tersebut telah memperlihatkan tanda-tanda kehidupan penduduknya yang menyerupai masyarakat kota, maka daerah tersebut dinamakan wilayah perkotaan.
Secara umum klasifikasi kota dapat dibedakan atas :
a. Klasifikasi kota secara numerik (Kuantitatif). Adalah cara penggolongan kota yang didasarkan atas unsur-unsur kuantitas (jumlah) yang terdapat di kota tersebut, seperti jumlah penduduk, kepadatan penduduk, luas wilayah kota ataupun perbandingan jenis kelamin (sex ratio) penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Kiasifikasi numerik ini  banyak digunakan dalam menentukan tingkat perkembangan suatu kota, walaupun belum ada standar yang berlaku secara umum di semua negara. Misalnya saja untuk negara Swedia, apabila suatu daerah telah memiliki jumlah penduduk sebanyak 200 jiwa, maka daerah tersebut sudah dapat dikatakan kota. Untuk negara Amerika Serikat dan Meksiko, batas minimal suatu daerah dikatakan kota adalah jika telah dihuni oleh 2.500 jiwa, sedangkan di Canada adalah 1.000 jiwa.
Sistem penggolongan kota secara kuantitatif berdasarkan gejala pemusatan penduduk yang paling umum kita jumpai ialah yang dibuat oleh C. Doxiadis dan N.R. Saxena. Doxiadis mengklasifikasikan tingkat perkembangan kota berdasarkan gejala pemusatan penduduk menjadi 12 tahapan, yaitu:

   No

Nama Tahapan Kota
Jumlah Penduduk Minimal
1.      
Dwelling Group

40 orang
2.     
Small Neighborhood
250 orang
3.     
Neighborhood
1.500orang
4.     
Small Town
9.000 orang
5.     
Town
50.000 orang
6.     
Large City
300.000 orang
7.     
Metropolis
2.000.000 orang
8.     
Conurbation
14.000.000 orang
9.     
Megalopolish
100.000.000 orang
10.  
Urban Region
700.000.000 orang
11.   
Urban Continent
5.000.000.000 orang
12.  
Ecumenepolish
       30.000.000.000 orang

Menurut N.R saxena tahapan pemusatan penduduk kota adalah sebagai berikut:
  1. Infant  Town dengan jumlah  penduduk 5.000 sampai dengan 10.000 orang.
  2. Township yang  terdiri atas adolescent  township, mature township dan specialized township dengan jumlah penduduk antara  10.000 s/d  50.000 orang.
  3. Town city  terdiri atas adolescent  town, mature town, specialized town dan adolescent city dengan jumlah penduduk berkisar  100.000 s/d  1.000.000 orang.
Pemerintah  Republik  Indonesia  membuat penggolongan kota berdasarkan jumlah penduduk sebagai berikut (diolah dari Urban Population Growth of Indonesia, 1980-1990):
  1. Kota kecil, jumlah penduduk antara 20.000 s/d 50.000 orang jiwa. Contohnya Padang panjang (32.104 orang), Banjaran (48.170 orang).
  2. Kota sedang, jumlah penduduk antara 50.000 s/d 100.000 jiwa. Contohnya Sibaloga (71.559 orang), Bukit Tinggi (71.093 orang), Mojokerto (96.626 orang), Palangkaraya (99.693 orang) dan Gorontalo (94.058 orang).
  3. Kota besar,jumlah penduduk  antara 100.000 orang sampai dengan 1.000.000 orang. Contoh: Padang 477.064 orang; Jambi  301.430 orang; Cirebon 244.906 orang;Surakarta 503.827 orang; Kediri 235.333 orang.
  4. Metropolis, jumlah penduduk di atas 1.000.000 jiwa. Contoh: Jakarta dengan jumlah penduduk 8.222.515 orang; Bandung dengan jumlah penduduknya 2.125.159 orang,Surabaya 2.410.417 orang dan Medan dengan jumlah penduduk 1.685.272 orang.
b. Klasifikasi Kota Secara Non Numerik (Kualitatif). Sistem klasifikasi kota secara  non numerik dapat di artikan sebagai penggolongan yang di dasarkan atas unsur-unsur kualitatif dari suatu kota, kondisi social penduduk dan sebagainya:
  • Tahap Eopolis, yaitu tahap perkembangan desa yang sudah teratur , sehingga organisasi masyarakat penghuni daerah  tersebut sudah mulai memperlihatkan ciri-ciri perkotaan. Tahapan ini merupakan peralihan daari pola kehidupan desa yang tradisional kearah kehidupan kota.
  • Tahap Polis, yaitu tahapan dimana suatu daerah kota yang masih bercirikan sifat-sifat agraris atau berorientasi pada sektor pertanian. Sebagian besar kota-kota di Indonesia masih berada di tahap ini.
  • Tahap Metropolis, yaitu kota merupakan kelanjutan dari tahap polis. Tahapan ini ditandai oleh sebagian besar orientasi kehidupan ekonomi penduduknya mengarah kesektor industri. Kota- kota di Indonesia yang tergolong  pada tahapan metropolis adalah Jakarta, Bandung dan Surabaya.
  • Tahap Megapolis (kota maha besar) yaitu suatu wilayah perkotaan yang ukurannya sangat besar,biasanya terdiri atas beberapa kota metropolis  yang menjadi satu sehingga membentuk  jalur perkotaan. Balam beberapa segi kota megapolis telah mencapai titik tertinggi dan memperlihatkan tanda-tanda akan mengalami penurunan kualitas. Contah Bos-Wash (jalur kota Boston sampai dengan Wasington di Amerika Serikat). San-san (jalur kota San Diego sampai San Fransisco di Amerik Serikat), Randstad Holland mulai kota Doordecht  sampai Archem  di Netherland.
  • Tahap Tryanopolis, yaitu tahapan kota yang kehidupannya sudah di kuasai oleh triani, kemacetan-kemacetan,kekacuan pelayanan, kejahatan, dan kriminalitas yang bias terjadi.
  • Tahap Nekropolis, yaitu tahapan perkembangan kota yang menuju ke arah kematiannya.
Selain berdasarkan  tahapan perkembangannya, kota  juga masih dapat digolongkan dengan memperhatikan fungsi sosialnya. Sistem penggolongan kota atas dasar fungsi sosialnya bersifat relatif, maksudnya adalah bahwa fungsi kota di permukaan bumi tidak bersifat tetap untuk selamanya. Ada kalanya  sebuah kota akan beralih fungsi, misalnya dari sebuah kota pusat perdaganan menjadi pusat industri. Selain itu dapat pula terjadi sebuah kota memiliki fungsi lebih satu,misalnya kota Jakarta sebagai sebuah kota memiliki  fungsi lebih dari satu, misalnya kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan  dan  pariwisata. Berdasarkan fungsinya kota dapat di bedakan:
  • Kota Pusat Produksi yaitu kota yang berfungsi sebagai pemasok barang-barang yang di butuhkan oleh wilayah lain. Barang-barang yang di suplay oleh kota produksi dapat berupa bahan mentah dan atau barang setengah jadi. Karena itu kota pusat produksi dapat dibedakan atas kota penghasil bahan mentah, seperti Bukit Asam dan Obilin (batubara), Bontang (LNG), Mojokerto (yodium) serta kota industri manufaktur (mengubah bahan mentah menjadi barang jadi dan setengah jadi) seperti Cilegon (industri besi dan baja), Bandung Raya (industri tekstil), Yokohama, Nagoya, Kobe dan Horoshima (industri berat).
  • Kota pusat perdagangan baik yang bersifat lokal maupun regional dan internasional. Contoh: Bremen pusat perdagangan tembakau, Singapura pusat perdagangan internasional, Philadelphia, pusat pelabuhan di Pantai Atlantik yang mengekspor batubara dan baja, Richmond pelabuhan perdagangan di USA yang banyak mengekspor tembakau dan kota-kota perdagangan di Indonesia.
  • Kota pusat pemerintahan: ibukota suatu negara merupakan contoh paling jelas untuk melihat fungsi kota sebagai pusat pemerintahan. Biasanya kantor-kantor lembaga tinggi beserta kantor pemerintahan tingkat pusat terdapat di ibukota negara yang bersangkutan. Contoh: Jakarta, Berlin, London, Istambul dan sebagainya.
  • Kota pusat kebudayaan, biasanya sangat berhubungan dengan adat istiadat yang berlaku pada masyarakat setempat. Misalnya kesenian tradisional, tata cara keagamaan, atau bentuk-bentuk budaya yang lainnya yang masih dipegang teguh oleh penduduk setempat. Contoh: beberapa kota di propinsi Bali, Yogyakarya, Surakarta dan beberapa kota di India sebagai pusat agama dan kebudayaan Hindu, Roma dan Vatikan sebagai pusat agama dan kebudayaan Kristen Katolik, serta Mekah sebagai kota pusat agama dan kebudayaan Islam.
5. Pengertian Perkembangan Kota
Bila kita membicarakan tentang perkembangan kota, maka berarti kita dihadapkan pada dua aspek. Pertama aspek yang menyangkut perubahan–perubahan yang dikehendaki dan yang dialami oleh warga kota. Kedua aspek yang menyangkut perluasan atau pemekaran kota.

Cara dan skala pemekaran daerah perkotaan pada masa sekarang sudah berbeda dengan masa–masa dahulu. Pada masa dahulu pemekaran daerah perkotaan akan mengikuti pola dari inti kotanya. Jadi apabila inti kotanya akan berbentuk persegi maka pemekarannya sedikit banyak juga akan berbentuk persegi. Lain halnya dengan keadaan sekarang, bentuk pemekarannya dapat berbentuk bebas, apabila dengan perkembangan industri dan teknologi modern.

Perkembangan kota yang dialami ditimbulkan karena kebutuhan dan keinginan warga kota yang selalu berkembang sebagai akibat dari adanya pertambahan warga kota yang selalu berkembang sebagai akibat dari adanya pertambahan penduduk, kejuan pendidikan, kemajuan kebudayaan dan sebagainya. Sebagai sebab yang lain adalah karena kota–kota mempunyai kontak atau hubungan keluarbaik nasional maupun internasioanal. Hubungan ini dapat mempengaruhi gagasan–gagasan warga kota dalam cara–cara mengembangkan kotanya, terutama dibidang pengaturan tata ruang kota.

Demikian pula unsur–unsur geografi seperti topografi, tanah, sumber air dan sebagainya tidak luput dari penyebab timbulnya kota dan perkembangannya. Mengikuti tahap–tahap perkembangan kota sejak sebelum masehi sampai zaman modern, perkembangannya tidak hanya dalam arti kuantitatif seperti jumlah penduduk, bertambahnya bangunan dan jalur–jalur transportasi, tetapi juga dalam arti kualitatif yaitu terjadinya atau terbentuknya berbagai organisasi dan kelembagaan yang ikut menghidupkan kota.
Sebagai salah satu konsekuensi dari adanya pekembangan ini, maka perencanaan pengembangan kota harus menjadi program utama. Hal ini sangat penting, mengingat bahwa adanya urbanisasi yang ternyata banyak menimbulkan masalah–masalah sosial ekonomi di kota. Masalah–masalah tersebut perlu diatasi dengan sebaik-baiknya.

Masalah–masalah dalam kehidupan dan penghidupan di kota makin berlipat ganda. Pemekaran fisik di kota–kota sudah nampak sulit dikendalikan. Keramaian atau kongesti yang kemudian timbul di kota–kota menjadi masalah utama dalam kelalulintasan.

Kemacetan–kemacetan dalam lalu lintas ini akan dapat menghambat arus barang, arus kontak ekonomi dan kontak sosial. Dengan perkembangan kota ini banyak dihadapi segi–segi positif, tetapi juga segi–segi negatif. Gedung–gedung bertamabah, hotel mewah bertambah, pasar bertamabah tetapi angka kriminalitas dan angka kecelakaan juga bertambah. Oleh karena itu sangat dibutuhkan para ahli dan para perencana kota dan pemimpin-pemimpin kota untuk memikirkan secara terperinci dan menyeluruh mengenai proses perkembangan kota.

6. Tanda–Tanda Perkembangan Kota
Sebagai tanda–tanda perkembangan kota dapat dilihat dari perluasan atau ekspansi kota dari suatu proses waktu. Dari berbagai kenyataan dapat diketahui bahwa kota–kota di dunia sebenarnya tidak mati, tetapi hidup, semakin lama semakin luas daerah jangkauannya. Dengan demikian dapatlah terjadi kota–kota gabungan yang dikenal dengan konurbasi. Gejala konurbasi ini mungkin juga akan terjadi dengan beberapa kota di Jawa. Mungkin jakarta dengan bogor, batu dengan malang, mungkin pula purwokerto dengan cilacap dan sebagainya.

Dalam proses konurbasi ini, maka daerah–daerah yang disebut selaput inti kota meluas terus ke arah luar. Bersamaan dengan itu pula selaput inti kota lain juga mengalami ekspansi. Kemudian kedua batas kota akhirnya akan bertemu dan dengan demikian akan terjadi semacam peleburan antara dua daerah perkotaan dengan dua inti kota. Konurbasi ini dapat pula terbentuk anatara beberapa daerah perkotaan dengan tiga nucleus atau lebih. Kejadian ini disebut dengan konurbasi ”sruktur polinukleus”.

Kota kembar atau twin towns, twin cities dapat pula dipakai petunjuk adanya perkembangan daerah kekotaan. Bedanya dengan konurbasi adalah kota kembar itu memiliki corak pelayanan yang sama. Biasanya kota–kota itu merupakan kota–kota industri kecil, kota–kota rekreasi atau kelompok pemukiman yang bergabung, tetapi tidak sampai dapat membentuk satu fokus.

Pemekaran kota pada umumnya digerakan oleh pengaruh dari dalam dan pengaruh dari luar. Pengaruh-pengaruh dari dalam berupa rencana-rencana pengembangan dari para perencana kota, desakan-desakan warga kota akibat dari angka kelahiran. Pengaruh dari luar berupa berbagai daya tarik dari daerah belakang kota atau hinterland  kota. Apabila kedua pengaruh itu bekerja pada saat yang sama, maka pemekaran kota akan terjadi lebih cepat.

Adanya perkembangan kota juga dapat dilihat pada perubahan struktur yaitu dengan terjadinya perubahan dari struktur agraris ke struktur yang non agraris. Demikian pula nampak pada cara pnduduk kota menggunakan gedung atau perumahan mereka. Pada semula perubahan-perubahan mereka atau gedung-gedung di kota hanya mempunyai fungsi tunggal, tetapi sekarang sudah mempunyai fungsi lebih dari satu. Misalnya saja perubahan di pinggir jalan besar yang digunakan untuk tempat tinggal dan sekaligus untuk tokohnya atau rumah makan atau travel service dan sebagainya.

7. Pengaruh-Pengaruh Terhadap Perkembangan Kota
Pengaruh-pengaruh dasar terhadap perkembangan kota adalah keadaan fisiografi dan sosiografi di sekitar daerah kekotaan tersebut, sedang pengaruh-pengaruh utam adalah latar belakang sejarah dan sumber-sumber alam. Pengaruh-pengaruh utama dan pengaruh-pengaruh dasar adalah pengaruh yang dapat menunjang perkembangan suatu daerah perkotaan. Empat unsur pengaruh di atas yaitu keadaan fisiografi, keadaan sosiografi, latar belakng sejarah dan sumber-sumber alam menjadi faktor pendorong perkembangan kota yang kuat, apabila keempat unsur tersebut terdapat bersamaan dalam sebuah daerah kekotaan. Tentu saja sangat perlu diperhatikan unsur manusianya, sebab tanpa manusia yang dinamis kreatif dan tekun, kota tidak akan maju dan berkembang. Dengan bekerja sama antara empat unsur ini yang dikelola manusia maka timbullah kepribadian kota yang disebut oleh Sven Riemer dengan istilah Urban Personality.
  1. Unsur Letak Unsur letak sangat menetukan ada tidaknya perkembangan kota. Letak kota yang strategis, misalnya letak persimpagan jalan, letak di pertemuan dua aliran sungai, letak lembah-lembah yang subut, di daratan aluvial akan memberi pengaruh positif pada perkembangan kotanya. Lebih-lebih kota di pantai, kota-kota de titip api lalu lintas perdagangan singapura, jakarta, medan, surabaya adalah kota-kota yang sibuk dengan kegiatan perdagangan dan sekaligus merupakan kota pelabuahan yang maju. Sebaliknya kota-kota yang terletak di pedalaman jauh dari pintu gerbang yang menghubungkan kota itu dengan dunia luar. Kota-kota seacam ini dapat berkembang apabila ada pelabuhan udaranya, sehingga hubungan yang tertutup tadi menjadi lebih terbuka, seperti kota Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Bandung dan sebagainya.
  2. Unsur Iklim dan Relief. Kota-kota yang terlalu basah atau terlalu kering tidak berkembang. Demikian pula kota-kota daerah perbukitan atau pegunungan, pemekaran dibatasi oleh rintangan alami atau natural barries. Tetapi unsur-unsur perintang ini pada masa sekarang tidak lagi merupakan penghambat mutlak. Hambatan-hambatan tersebut dikurangi dengan adanya kemajuan di bidang teknologi seperti adanya jembatan-jembatan, terowongan-terowongan yang dapat menghubungkan kota-kota terisolir dengan daerah di luar. Sebaliknya sebuah kota yang mempunyai elief datar akal mempunyai jaringan jala yang padat sehingga perkembangan kotanya dapat diharapkan berkembang dengan cepat. Apabila kalau kota-kota tersebut mempunyai iklim yang sejuk dan lebih-lebih lagi kalau unsur manusianya memiliki taraf teknologi dan budaya yang cukup tinggi, maka kota-kota tersebut akan merupakan kota yang mnyenagkan.
  3. Unsur Sumber Alam. Tambang minyak, gas, batuan, bauksit atau tanbang-tangbang lainnya merupakan pemacu bagi tumbuhnya kota-kota yang baru dan kota-kota baru tersebut akan mengalami perkembangan yang cepat. Seperti beberapa kota di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang dan juga beberapa kota di Indonesia. Kota-kota tersebut merupakan kota-kota industri. Kegiatan dibidang perdagangan akan timbul, sehingga kota-kota tersebut akan banyak menarik penduduk dari luar. Mereka bekerja dan akhirnya menetap di kota-kota tersebut. Dengan demikian maka selanjutnya kaota bertambah dan mengalami pemekaran.
  4. Unsur Tanah. Revolusi agraris yang menyangkut pengolahan dan penggunaan tanah secara efisien dan sistem trnsportasi yang mengimbangi revolusi agraris tersebut merupakan faktor pendorong bagi kota-kota kecil di tengah-tengah tanah pertaniannya. Lebih-lebih di daerah-daerah yang tanahnya subur maka hasil pertaniannya akan cukup membiayai pembangunan kota. Sebalikya di daerah-daerah yang tandus tanamanya dan tandus barang tambang tidaklah dapat diharapkan adanya perkembangan kota.
  5. Unsur Demografi dan Kesehatan. Kesehatan penduduk akan mempengaruhi angka kelahiran. Angka kelahiran yang tinggi dapat dicegah karena cukupnya rumah-rumah sakit dan tenaga medis. Kota yang seha dan bersih dapat pula menarik penduduk dari luar kota. Dengan keadaan demikian kota-kota yang memiliki kebersihan dan lingkungan yang sehat akan dapat berkembang.
  6. Unsur Kebudayaan dan Pendidikan. Kota-kota yang memiliki berbagai jenis sekolah, kegiatan dan berbagai jenis kegiatan serta sumber kebudayaan akan menjadi kota yang amat menarik bagi pelajar, mahasiswa, budayawan dan para wisatawan. Misalnya kota Malang, dikenal sebagai kota pelajar. Arus pelajar dan mahasiswa tiap tahun bertambah. Kotanya menjadi makin padat dan pemekaran kota menjadi pusat pemikiran para perencana kota dan pemimpin setempat. Lokasinya di daerah pegunungan sehingga sangat menguntungkan para pelajar karena suasananya tenang dan menyegarkan, yang merupakan salah satu syarat keberhasilan studi.
  7. Unsur Teknologi dan Elektrifikasi. Kemajuan dibidang teknologi sangat mempengaruhi dunia industri, Revolusi Industri dan elektrifikasi menyebabkan orang bebas memilih tempat tinggal. Radio, televisi dan alat-alat pengangkutan bermotor mempunyai peranan penting yang tidak dapat diabaikan dalam proses perkembangan kota. Daerah kekotaan atau urban areas dapat menjadi lebih luas, karena faktor jarak tidaklah menjadi masalah penghambat lagi.
  8. Unsur Transportasi dan Lalu Lintas. Jalur jalan dalam kota dan jalur-jalur penghubung kota dengan daerah di sekitar kota sangat berpengaruh dalam ikut meningkatkan arus manusia dan arus barang antar kota. Asesbilitas kota menjadi semakin besar dan dengan demikian sangat membuka kemungkinan terjadinya konurbasi atau pemekaran kota ke berbagai arah. Kota-kota yang terletak pada fokus lalu lintas yang ramai baik darat, laut maupun udara akan mengalami perkembangan yang cepat.
8. Stadia Perkembangan Kota
Dari kesan uraian-uraian di atas, maka kelihatan bahwa kota-kota di dunia ini berkembang secara bertahap. Kritenia mengenai stadia perkembangan kota tentunya bermacam-macam. Salah satu menurut Griffith Taylor, yaitu:
  • Stadia Infantile. Dalam stadia ini antara daerah domestik dan daerah-daerah perdagangan tidak nampak ada pemisah. Demikian pula antara daerah-daerah miskin dengan daerah-daerah yang didiami para wartawan. Batas-batas kelompok masih sukar digambarkan. Selain daripada itu toko-toko dan perumahan pemilik toko masih menjadi satu sehingga dapat mengganggu jalannya penjualan. Apalagi jika toko-toko itu dan perumahan itu terdapat di sepanjang jalan yang ramai. Dalam keadaan yang demikian lalu lintas menjadi sangat terganggu. Trotoar dan jalur jalan sempit yang ada di muka toko akan menjadi arena permainan anak-anak kecil.
  • Stadia Juvenile. Dalam situasi ini dapat dilihat bahwa kelompok perumahan tua sudah mulai terdesak oleh kelompok perumahan-perumahan baru. Pemisah antara daerah pertokoan dengan daerah pemukiman sudah dapat dilihat dalam stadia ini.
  • Stadia Mature. Dalam stadia ini banyak timbul daerah-daerah baru, misalnya saja daerah-daerah industri, perdagangan berserta perumahannya yang sudah mengikuti suatu rencana tertentu.
  • Stadia Senile. Stadia ini dapat pula disebut stadia kemunduran kota, karena dalam stadia ini nampak bahwa dalam tiap zone terjadi kemunduran-kemunduran karena kurang adanya pemeliharaan yang mungkin dapat disebabkan oleh sebab ekonomis, politis, ataupun sebab-sebab lainnya.
Stadia-stadia tersebut di atas mungkin untuk beberapa kota dapat berlaku, tetapi kadang-kadang juga tidak. Kemajuan teknologi dan kemajuan budaya manusia telah dapat berusaha mengurangi atau menghambat proses ketuaan “aging process”.

9. Pemekaran Kota dan Permasalahannya
Pemekaran kota adalah kenampakan luar dari perkembangan yang terjadi di dalam kota. Pemekaran kota adalah suatu hasil resultante dan proses-proses kehidupan yang terjadi di dalam kota. 

Bertambahnya penghuni kota baik yang berasal dari penghuni kota maupun dari arus penduduk yang masuk dan luar kota mengakibatkan bertambahnya perumahan-perumahan yang berarti berkurangnya daerah-daerah kosong di dalam kota. Semakin banyaknya anak-anak kota yang menjadi besar, semakin banyak pula diperlukan gedung-gedung sekolah. Bertambahnya pelajar dan mahasiswa berarti juga bertambahnya sepeda dan kendaraan bermotor roda dua. Toko-toko, warung makanan atau restoran bertambah terus sehingga makin mempercepat habisnya tanah-tanah kosong di dalam kota. Di kota-kota yang sudah maju, kota tidak hanya meluas secara mendatar tetapi juga menegak. Gedung-gedung bertingkat merupakan ciri-ciri khas untuk kota yang modern.

Masalah-masalah yang ditimbulkan sebagai akibat pemekaran kota adalah masalah perumahan, masalah sampah, masalah lalu lintas, kekurangan gedung sekolah, terdesaknya derah persawahan di perbatasan luar kota dan masalah administratif pemerintahan. Masalah-masalah yang banyak ini kemudian mendesak para perencana dan pengatur kota untuk segera dapat mengatasi masakth-masalah tersebut. Masalah yang bersifat fisik ini ternyata juga bersangkut paut dengan masalah sosial ekonomi.

Kurangnya data tampung perumahan bagi penduduk berpenghasilan kecil atau minim dan bagi para penganggur dan luar kota dapat memperluar daerah-daerah slum dan menambah jumlah orang-orang yang disebut para gelandangan. Kemudian timbul dan keadaan tersebut di atas pelbagai bentuk kriminalitas dan polusi yang sangat mengganggu ketenangan kota. Dengan demikian nampak bahwa gejala-gejala fisik, sosial, ekonomi yang negatif ini ditimbulkan karena makin berkurangnya daya tampung kota.

Segi positif dari perkembangan kota ada, misalnya mudahnya berpegian dengan kendaraan bermotor, mudahnya berhubungan dengan telepon,  mudahnya mendapat hiburan di gedung biskop dan masih banyak lagi. Pemekaran kota mempunyai arah yang berbeda-beda tergantung pada kondisi kota dan kondisi sekitarnya.

Daerah perbukitan, lautan dan rintangan-rintangan alam lanilla dapat menghentikan lajunya perkembangan kota maupun pemekaran kota. Daerah-daerah ini di anggap sebagai “daerah lemah”. Daerah lemah pemekaran ini merupakan tempat-tempat dimana proses pemekaran kota tidak dapat berkembang atau boleh dikatakan berhenti. Daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi yang baik akan merupakan daerah yang mempunyai daya tarik yang kuat untuk pemekaran kota.


Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Dari gambar 1, nampak bahwa daya tank dari luar kota adalah pada daerahdaerah dimana kegiatan ekonomi banyak menonjol, yaitu di sekitar pelabuhan dan di sekitar hinterland yang subur. Harga tanah di sepanjang jalan raya akan lebih tinggi daripada tanah-tanah di sekitar pegunungan.

Pada gambar 2, nampak bahwa pusat-pusat kota lain yang mempunyai fungsi sebagai kota industri dan kota dagang mempunyai daya tank di bidang usaha. Di samping itu juga daerah-daerah di sekitar pusat rekreasi tidak kalah pula dalam menarik penduduk kota keluar. Bangunan untuk peristirahatan, permainan anak-anak, lapangan olah raga dan rumah makan berkembang di daerah tersebut.

Daerah-daerah di sekitar pegunungan dan laut yang merupakan daerah lemah, tidak berarti bahwa mereka sama sekali tidak dapat menarik penduduk. Daerah-daerah lemah tersebut juga masih menarik beberapa penduduk kota yang berpenghasilan kecil. Mereka mencari tanah-tanah yang murah harganya. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa pemekaran kota berjalan ke segala arah. Kota-kota semacam mi cepat menjadi kota besar atau kota metropolitan, dan sekitarnya juga dapat timbul kota-kota satelit.
Beberapa masalah yang menyangkut pemekaran kota:

a. Masalah migrasi ke kota. 
Perpindahan penduduk dari luar kota sering disebut dengan urbanisasi. Asal mula aglomersi di daerah kekotaan atau ”urban aglomeration” sebagai bentuk pemukiman tidak diketahui dengan pasti. Seperti digambarkan sebelumnya, pemukiman menetap tidak terjadi pada zaman sebelum neolitik. Desa-desa pada zaman neolitik dibatasi oleh tingkat teknologi dan budaya penduduknya. Jumlah penduduknya baru mencapai ratusan saja dan mereka sudah mulai nampak permanen. Nampaknya, timbulnya dan berkembangnya kota-kota tergantung pada 4 (empat) faktor:
               1)    Jumlah penduduk
               2)   Penguasaan terhadap lingkungan alam
               3)   Tingkat kemajuan teknologi
               4)   Perkembangan organisasi sosial
Perkembangan kota terutama dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah penduduk. Urbanisasi sebagai suatu proses dari konsentrasi penduduk menurut Hope Tisdale Eldrige, mencakup dua unsur yaitu melipatgandakan tempat-tempat konsentrasi dan bertambah luasnya pusat-pusat pemukiman.

Dalam rangka pengertian urbanisasi secara umum adalag perpindahan penduduk dari desa kekota. Ada juga terjadi bahwa banyak dari penduduk kota meninggalkan kota untuk bertempat tinggal di tempat-tempat yang mempunyai suasana desa. Kebanyakan dari mereka adalah para pensiunan yang ingin mengenyam ketenangan setelah beberapa puluh tahun hidup dengan suasana serba cepat, serba sibuk dan penuh dengan kebisingan dan polusi lainnya. Demikian pula ,bagi mereka yang sudah mempunyai unit usaha dibidang perternakan dan pertanian diluar kota meninggalkan kotanya.

Arus penduduk ke kota banyak disebabkan oleh daya tarik ekonomi dan kesempatan kerja yang ada dengan upah yang cukup. Di negara-negara sedang berkembang seperti juga indonesia mengalami urbanisasi yang semakin luas dan semakin populer. Disamping faktor-faktor yang menarik ada pula sebab-sebab lain yang mendorong, antara lain  menurunnya penghasilan penduduk di daerah pedesaan sebagai akibat dari pertambahan penduduk di desa yang tidak dapat ditampung oleh tanah-tanah pertanian di daerah pedesaan, faktor psikologis, faktor pendidikan dan faktor budaya dapat pula menjadi sebab dari urbanisasi ini

b. Masalah sampah
Sumber utama dari sampah adalah manusia, dimana ada manusia di terdapat di situ terdapat sampah. Sampah yang tertimbuh dan tidak di buang dengan segera akan merupakan sumber penyakit, sumber polusi, sumber bau yang tidak enak dan tidak sehat, masalah sampah ini timbul di kota,karena beberapa sebab, di antaranya :
  • Bertambahnya penduduk
  • Jumlah tempat sampah yang kurang dapat menampung sampah 
  • Tenaga pengangkut dan alat pengangkut yang tidak mencukupi
  •  Cara-cara pembuangan dan pembersihan yang tidak benar
  • Kesadaran penduduk yang masih kurang terhadap kebersihan kota dan kesehatan kota
Bertambahnya penduduk kota berarti pula bertambahnya pasar–pasar, toko–toko yang merupakan sumber asal mula sampah. Misalnya daun pembungkus, plastik, kulit buah–buahan, kertas, karton dan sebagainya.  

c. Masalah transportasi dan lalu lintas.
Hidup di kota adalah serba waktu, banyak dari penduduk kota mempunyai jam tangan atau bagi mereka yang tidak memiliki selalu berusaha menanyakan waktu, berbeda dengan pedesaan, pada umumnya di desa–desa yang masih jauh dari pengaruh kehidupan kota melihat waktu dengan memperhatikan posisi matahari. Jarak dan waktu yang berkaitan dengan transportasi betul–betul menjadi kebiasaan baru bagi warga kota yang dulunya tidak demikian halnya. Dengan bertambahnya kendaraan bermobil dan kendaraan beroda dua, maka jalur jalan sudah harus pula diperlebar agar tidak terjadi kemacetan ataupun kecelakaan–kecelakaan. Dibeberapa kota yang sudah maju nampak adanya fly ways, sub ways yang dapat mengurangi kepadatan lalu lintas.

Gejala–gejala lain yang nampak sebagai salah satu jalan mengatasi kepadatan lalu lintas adalah pembuatan jalan-jalan by–pass. Pemakaian helm yang di pakai pengendara sepeda roda dua merupakan salah satu gejala modernisasi kehidupan kota sebagai akibat dari demikian banyaknya korban kecelakaan.

10. Ekologi Kota
Kegairahan hidup dikota tergantung pada prasarana dan sarana didalam kota dan bagaimana mengatur prasarana dan sarana tersebut secara seimbang dan serasi.

Tiga unsur utama yang harus ada adalah:
  • Ruang, termasuk tanah dan lingkungan yang diatur dan digunakan untuk mendirikan gedung dan banngunan. (1). Untuk kantor-kantor, bank, stasiun, pasar, rumah sakit, dan sebagainya (2). Untuk jalur-jalur jalan yang menghubungkan kata dengan tempat-tempat lain seperti jalan kabupaten, jalan propinsi dan jalur-jalur kanan dan kota yang berfungsi sebagai urat nadi dalam tubuh manusia. Jalan ini mensuplai kebutuhan penduduk ke segala sudut. (3). Taman-taman olahraga, seperti lapangan sepak bola,pacuan kuda taman bermain anak-anak dan sebagainya. (4). Tempat-tempat parkir
  • Pengatur kota, baik pengatur adminitratif maupun mengatur tata kota. Mereka ini mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap lancarnya lalu lintas barang keperluan kota. Selain dari pada itu juga keamanan kota yang harus dijaga demi ketenangan kota.
  • Warga kota yang mengisi segala kesibukan kota dibidang pendidikan, seni dan kebudayaan, perdangan besar dan kecil, transportasi dan pengangkutan, pertokoan dan kelontong, rumah makan dan kegiatan-kegiatan lain dibidang organisasi kepemudaan, organisasi kewanitaan, para ahli hokum, para dokter, para pegawai sipil dan militer.
11. Pola Penggunaan Lahan Kota
Beberapa sarjana yang berkecimpung dalam studi kekotaan ini telah berusaha mengadakan uraian mengenai letak dan bentuk daerah permukiman di kota secara ideal Ernest W.Burgess, mengenai urban areas yang dikenal dengan teori pola zone konsentris.

Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa daerah kekotaan dapat dibagi dalam lima (5) zone, yaitu :
  1. Zone pusat daerah kegiatan atau Central Bistricts atau Loop. Dalam zona PDK ini terdapat toko-toko besar, bangunan-bangunan kantor yang kadang-kadang atau sering juga bertingkat, bank, rumah makan, museum dan sebagainya.
  2. Zone peralihan atau sering Disebut Zone Transisi. Zone ini merupakan daerah yang terikat dengan pusat daerah kegiatan. Penduduk zone ini tidak stabil, baik ditinjauh dari segi tempat tinggal maupun dari segi social ekonomi. Daerah ini dikategorikan dalam daerah yang berpenduduk miskin. Dalam rencana pengembangan kota daerah ini akan diubah menjadi daerah yang lebih baik dan berguna, antara lain untuk kompleks perhotelan, tempat-tempat parker dan jalan-jalan utama yang menghubungkan inti kota dengan daerah-daerah di luarnya.
  3. Zone Pemukiman Klas Proletar. Nampak dalam zone ini bawah perumahannya sedikit lebih baik dari perumahan mereka yang bertempat tinggal di zone peralihan. Daerah-daerah ini didiami oleh para pekerja yang kurang mampu,rumah-rumahnya kecil dan daerah ini tidak begitu menarik. Zone ini dikenal dengan istilah Workingmen’s Home.
  4. Zone pemukiman Klas Menengah atau Residentatial Zone, ini merupakan kompleks perumahan dari para karyawan klas menengah, mereka memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik di bandingkan dengan perumahan di daerah klas proletar.
  5. Zone penglaju atau Zone Commuters, merupakan suatu daerah yang sudah memasuki daerah belakang atau hinterland. Penduduk dari daerah ini bekerja di kota. Mereka pergi ke kota dengan naik sepeda, naik bus, kereta api pada pagi hari dan sore harinya mereka pulang ke rumah masing-masing. Oleh karena itu zone ini disebut zone penglaju.
Gambar Pola Keruangan Daerah Kekotaan Menurut Teori Konsentris
Pola keruangan seperti di atas bukan berarti sudah ideal,jadi tidak selalu tepat dengan nyata. Oleh karna itu kemudian timbulah teori yang lain seperti yang dikemukakan Homer Hoyt yang terkenal sebagai pembentuk teori sektor mengenai perkembangan daerah kekotaan.

Menurut teori ini perkembangan unit-unit kegiatan di daerah kekotaan tidak mengikuti zone-zone yang teratur secara konsentris atau melingkar tetapi dengan membentuk sektor-sektornya. Pembentukan menurut sektor-sektor ini meskipun masih ada kenampakan yang konsentris, tetapi sifatnya lebih bebas.

Homer Hoyt beranggapan dalam teorinya bahwa :
  • Daerah-daerah yang memiliki sewa tanah atau harga yang tinggi terletak di tepi luar dari kota.
  • Daerah-daerah yang memiliki sewa atau harga tanah yang rendah merupakan jalur-jalur yang mirip dengan roti tart,Jalur-jalur ini bentuknya memanjang dari pusat kota ke daerah perbatasan atau tepi kota.
  • Zone pusat adalah zone pusat daerah kegiatan (PDK).
Daerah-daerah industri berkembang sepanjang lembah sungai dan jalur jalan  kereta api yang menghubungkan kota dengan kota-kota di tempat lain sehingga dapat menimbulkan perluasan kota yang tidak konsentris melainkan meluas secara sektor.


Gambar Pola Keruangan Daerah Kekotaan Menurut Teori Sektor

Selanjutnya Homer Hoyt beranggapan bahwa kota dapat berkembang melalui tiga cara:
Pertama, sebuah kota tumbuh secara menegak,ini disebabkan karena stuktur keluarga tunggal semakin lama menjadi struktur keluarga ganda. Dengan demikian tiimbul rumah-rumah flat atau apartemen yang memisahkan keluarga satu dengan keluarga lainnya. Bila perluasan keluar menjadi terbatas maka terjadi rumah-rumah flat yang bertingkat.
Kedua, sebuah kota yang masih memiliki cukup ruang kosong dapat diisi atau terisi oleh bangunan-bangunan perumahan dan kantor-kantor di sela kota.
Ketiga, sebuah kota dapat meluas dengan arah sentrifugal atau lateral keluar. Sebagai tambahan keterangaan dapat dijelaskan disini, bahwa pola perluasan atau pemekaran atau ekspansi kota dapat terjadi dalm 3 bentuk:
  • Perluasan mengikuti pertumbuhan sumbu atau perluasanya mengikuti jalur-jalur transportasi kearah daerah-daerah perbatasan kota
  • Daerah-daerah diluar kota yang terisolir semakin lama semakin berkembang juga dan akirnya menggabung pada kota
  • Dengan bergabungnya nucleus utama dengan nukleus-nukleus dikota kota kecil yang berada diluar kota dapat terbentuk konurbasi
Teori lain yang dikenal adalah Teori inti ganda atau Multiple Nuclei. Dalam teori ini pola keruanganya tidak konsentris dan seolah olah meruakan inti yang berdiri sendiri. Teori ni juga beranggapan bahwa tidak ada urutan-urutan yang teratur dari zone-zone seperti yang dianggap oleh teori konsentris .

Gambar Pola Keruangan Daerah Kekotaan Menurut Teori Inti Ganda

Dari beberapa teori diatas, kemudian muncul beberapa kritik, diantaranya yang dikemukakan oleh Maurice R. Devie dalam bukunya The pattern of Urban Growth. Keberatan-keberatan yang diajukan sebagai berikut:
  • Bentik PDK tidaklah bulat, tetapi cendrung berbentuk segi empat atau persegi panjang .
  • Penggunaan tanah perdagangan meluar keluar secara radial sepanjang jalan dan memusat pada tempat-tempat tertentu yang strategis dan membentuk pusat-pusat sub atau sub centers.
  • Daerah industri terletak dekat jalan raya, dekat sungai sehingga tidak akan terjadi daerah-daerah industri  yang mengelompok.
  • Perumaan kelas rendah dapat di jumpai  dekat daerah-daerah indusri  dan transportasi.
  • Perumahan kelas rendah dan kelas  tinggi terdapat dimana-mana, jadi tidak akan terjadi pengelompokan-pengelompokan.
Kritik ini dapat dibenarkan juga, tetapi sudah di nyatakan lebih dahulu, bahwa teori Burgess adalah teori ideal sifatnya dan tentunya tidak selalu tepat, karena perbedaan kondisi geografis, ekonomi, kultral dan politik. Demikian dengan teori-teori lainya. Teori ini sebenarnya merupakan suatu usaha pendekatan akademis terhadap proses dan pola perkembangan daerah kekotaan.